13 Januari 2008

Pengajaran Sejarah


PENGAJARAN SEJARAH DAN PROBLEMATIKANYA

Drs. H. Fatah Syukur NC, M.Ag.

Staf Pengajar Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Pendahuluan
Sejarah merupakan bagian penting dari perjalanan sebuah ummat, bangsa, negara, maupun individu. Keberadaan sejarah merupakan bagian dari proses kehidupan itu sendiri.. Oleh karena itu tanpa mengetahui sejarah, maka proses kehidupan tidak akan dapat diketahui. Dengan demikian melalui sejarah itu pulalah manusia dapat mengambil banyak pelajaran dari proses kehidupan suatu ummat, bangsa, negara dan sebagainya. Di antara pelajaran penting yang dapat diambil dari sejarah adalah mengambil sesuatu yang baik dari suatu ummat, bangsa dan negara untuk senantiasa dilestarikan dan dikembangkan. Sedangkan terhadap hal-hal yang tidak baik, sedapat mungkin ditinggalkan dan dihindari.
Melalui sejarah kita dapat mengetahui betapa ummat Islam pernah mencapai suatu kejayaan yang diakui oleh dunia international. Pada saat itu banyak orang-orang non Mslam yang belajar kepada ilmuwan Muslim, baik secara langsung maupun tidak. Banyak karya-karya tokoh ilmuwan Muslim yang dipakai sebagai referensi ilmuwan Eropa sampai hampir tujuh abad, misalnya karya Ibnu Sina, al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, Alhawarijmi dan sebagainya. Kejayaan itu tentu tidak dapat dicapai begitu saja, tanpa adanya suatu sebab yaitu usaha maksimal dari para ilmuwan Muslim dan dukungan sarana dan prasarana dara donatur dan birokrat, sebagaimana kejayaan yang pernah dicapai masa Abasiyah periode awal.
Pentingnya belajar sejarah ini pernah disampaikan oleh Presiden RI yang pertama, Ir. Soekarno, dalam sebuah pidato kenegaraan yang diberi title JASMERAH (Jangan Lupakan Sejarah). Mengapa kita tidak boleh melupakan sejarah ? Karena melupakan sejarah berarti melupakan suatu proses. Ibarat perjalanan seorang manusia, melupakan sejarah berarti melupakan wetone (hari dan tanggal kelahiran). Melalui sejarah, manusia dapat mentransformasikan pengalaman dan pengetahuannya dari generasi terdahulu kepada generasi muda dan seterusnya.

Pentingnya Sejarah
Bagi ummat Islam, sejarah memiliki nilai-nilai yang amat penting. Menurut Prof. Dr. Nourozzaman ash Shiddiqie, paling tidak ada empat aspek penting yang dapat diambil dari sejarah; pertama, adalah kewajiban kaum Muslimin untuk meneladani Rasulullah. Oleh karena itu rekaman tentang perilaku kearifan dan kebijakan Rasul perlu diketahui dan diteladani. Kedua, untuk menafsirkan dan memahami maksud al-Qur’an dan Hadits, perlu memahami setting sosial histories dan kondisi psikologis masyarakat Islam pada saat itu. Atau dalam bahasa yang popular adalah asbab al nuzul dan asbab al wurud. Ketiga, sebagai alat ukur sanad. Untuk mengetahui keautentikan sebuah hadits, apakah dhobit atau tidak, bagaimana perikalu keseharian seorang sanad dan sebagainya. Semua itu dapat dilihat dalam sejarah. Oleh karena itu penulis sejarah yang pertama sesungguhnya adalah orang Islam, yakni al-Tabari, dengan bukunya yang dikenal dengan Tarekh al-Tabari. Keempat, untuk merekam peristiwa-peristiwa penting yang terjadi, baik sebelum maupun sesudah kedatangan Islam. Di samping itu, sejarah juga berfungsi untuk mengenal diri sendiri, juga sebagai cermin masa lalu untuk dijadikan pedoman masa kini dan masa yang akan datang, untuk diteladani dan dipakai sebagai alat analisis.
Kendatipun demikian penting arti sejarah dalam kehidupan manusia, namun dalam realitas kehidupan itu sendiri, termasuk dalam dunia akademik, keberadaan materi pelajaran sejarah kurang mendapatkan respon yang memadahi. Sejarah sering dianggap hanya sebagai peristiwa masa lalu yang tidak memiliki rangkaian dengan masa kini dan masa yang akan datang. Bahkan dengan pola pengajaran yang monoton, yang menekankan pada pada aspek kognitif, hafalan, maka pelajaran sejarah semakin tampil membosankan dan terkesan hanya mengulang-ulang saja. Di sisi lain sumber-sumber materi sejarah yang lebih menekankan pada aspek politis, menjadikan kesan yang semakin angker dan menyeramkan bahwa perjalanan daulat-daulat Islam selalu diwarnai dengan tindakan-tindakan kekerasan dan pertumpahan darah. Sebagaimana yang ditulis oleh sebagian orientalis, Islam disebarkan dengan pedang di tangan kanan dan al-Qur’an di tangan kiri. Sementara Barat dimunculkan sebagai bangsa yang beradab dan berperadaban.
Distorsi informasi ini bukan hanya memanipulasi informasi sejarah, namun sangat berimplikasi terhadap aspek politis, sosiologis dan psikologis ummat Islam sendiri.
Keterpurukan ummat Islam dalam kondisi inferiority complex, perasaan minder, rendah diri terhadap keberadaan nilai-nilai Islami, dan di sisi lain perasaan yang begitu bangga terhadap produk-produk Barat, merupakan bagian dari keberhasilan dominasi Barat secara politis maupun cultural terhadap dunia Islam. Proses pemutusan mata rantai sejarah Islam telah dilakukan oleh beberapa orientalis Barat abad ke-18, ke-19 sampai pertengahan abad ke-20. Mata rantai yang secara obyektif harus diakui oleh Barat, bahwa kemajuan Barat sebagaimana sekarang ini adalah bagian dari proses sejarah yang diambil dari dunia Islam, baik lewat Perang Salib, lewat kemajuan Islam di Spanyol Islam maupun lewat referensi / karya-karya ilmuwan Muslim.
Beberapa problematika inilah yang perlu mendapat perhatian serius dari ummat Islam, terutama tokoh-tokoh yang bergelut dengan dunia akademik, khususnya guru-guru sejarah Islam.

Hakekat Sejarah dan Kebudayaan
Apa yang dimaksud dengan sejarah dan kebudayaan ? Kata sejarah dalam bahasa Indonesia memiliki kesamaan filosofis dengan kata syajarah dalam bahasa Arab yang berarti pohon. Pohon merupakan gambaran suatu rangkaian geneologi, yaitu pohon keluarga yang mempunyai keterkaitan erat antara akar, batang, cabang, ranting dan daun serta buah. Keseluruhan elemen pohon ini memiliki keterkaitan erat, kendatipun yang sering dilihat oleh manusia pada umumnya hanya batang pohon saja, atau buahnya saja, akan tetapi adanya pohon dan buah tidak terlepas dari peran akar. Itulah filosofi sejarah, yang mempunyai keterkaitan erat antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Kata sejarah dalam bahasa Indonesia mempunyai kesamaan arti dengan Tarikh dalam bahasa Arab, Geschichte (bahasa Jerman) dan History (bahasa Inggris) yang berasal dari bahasa Yunani Istoria (ilmu tentang kronologi hal ikhwal manusia).
Menurut Ibnu Khaldun, dalam hakekat sejarah terkandung pengertian observasi dan usaha mencari kebenaran (tahqiq), keterangan yang mendalam tentang sebab dan asal benda wujudi, serta pengertian dan pengetahuan tentang substansi, esensi dan sebab-sebab terjadinya peristiwa. Sedang menurut Franz Rosental, sejarah adalah deskripsi tentang aktivitas manusia yang terus menerus baik dalam bentuk individu maupun kelompok. Dari dua pengertian tersebut menunjukkan bahwa definisi pertama lebih bernuansa filosofis yang berkaitan dengan hakekat sesuatu, sedang definisi kedua lebih operasional. Menurut Profesor Nourozzaman ash Shiddiqie, sejarah adalah persitiwa masa lampau yang tidak sekedar informasi tentang terjadinya peristiwa, tetapi juga memberikan interpretasi atas peristiwa yang terjadi dengan melihat kepada hukum sebab akibat. Dengan adanya interpretasi ini, maka sejarah sangat terbuka apabila diketemukan adanya bukti-bukti baru. Definisi ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sayyid Quttub, bahwa sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata yang menjalin seluruh bagian serta memberikan dinamisme dalam waktu dan tempat.
Jadi sejarah bukan sekedar catatan bagi orang-orang yang lahir dan orang-orang yang mati dan sekedar mengungkap kehidupan para penguasa dan biografi para pahlawan, akan tetapi sejarah sejarah juga merupakan suatu ilmu yang membentangkan perkembangan masyarakat, yaitu suatu proses yang panjang sekali. Sejarah berbeda dengan hikayat, legenda, kisah dan sebagainya. Sejarah harus dapat dibuktikan kebenarannya dan logis. Oleh karena itu, cerita yang tidak masuk akal, apalagi tidak dapat dibuktikan kebenarannya, maka tidak dapat dikategorikan sebagai sejarah. Sejarah adalah suatu kisah manusia dalam perjuangannya untuk merealisasikan tujuan peperangan yang diterjuninya, pengetahuan yang ia peroleh dari dirinya dan dari alam sekitarnya, penemuan-penemuan yang ia capai, kota-kota yang ia bangun, pemerintah-pemerintah yang ia dirikan, perundang-undangan yang menjadi pedomannya, manifes-manifes ekonomi, aktivitas yang ia lakukan, peninggalan-peninggalan peradaban yang ia tinggalkan, ide-ide pemikiran yang ia anut kemudian mungkin menggantinya dengan yang lain. Semua itu dikenal dengan apa yang dinamakan “kebudayaan manusia” yang mana kebudayaan manusia itu menjadi obyek sejarah.
Apabila manusia telah memahami asal-usul kebudayaannya, faktor-faktor pertumbuhan dan fase perkembangan kebudayaannya, maka ia benar-benar telah memahami hakekat kekiniannya, niscaya ia mampu mengambil pelajaran dari pemahamannya dan pengalaman-pengalaman itu dalam menghadapi masa depan. Yang demikian itu disebabkan bahwa sejarah suatu ummat adalah merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Setelah mendiskusikan tentang sejarah, maka selanjut adalah tentang kebudayaan. Di Indonesia, istilah kebudayaan dan peradaban sering disinonimkan. Peradaban Islam adalah terjemahan dari al-Hadharah al-Islamiyah. Kata Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan Islam. “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqofah. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “kebudayaan” (Arab al-Tsaqofah, Inggris, culture) dan “peradaban” (Arab al-Hadharah, Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Di dalam kebudayaan terdapat pengetahuan dan ide-ide untuk memahami lingkungannya dan sebagai pedoman dalam melakukan suatu tindakan. Sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama) dan moral, maka peradaban terefleksikan dalam politik, ekonomi dan teknologi.
Menurut Kuntjaraningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, (1) wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.
Secara sederhana kebudayaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dan digunakan sebagai pedoman untuk memahami lingkungannya dan sebagai pedoman untuk mewujudkan tindakan dalam menghadapi lingkungannya. Landasan peradaban Islam adalah kebudayaan Islam terutama wujud idealnya, sementara landasan kebudayaan Islam adalah agama.
Karena kebudayaan Islam sumber pokoknya adalah agama Islam, maka kebudayaan Islam memiliki beberapa keunikan dibandingkan dengan budaya lain. Keunikan itu sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr. H. Abdurrahman Mas’ud, M.A. sebagai berikut :
Adanya konsep tauhid / Oneness of God / Unity of God
Universalitas pesan dan missi peradaban yakni persaudaraan Islam
Prinsip moral dijunjung tinggi
Budaya toleransi yang cukup tinggi – wilayah Islam relatif aman
Prinsip keutamann belajar dan memperoleh ilmu.

Problematika Pengajaran Sejarah dan Kebudayaan Islam
Sejarah Kebudayaan Islam merupakan pelajaran penting sebagai upaya untuk membentuk watak dan kepribadian ummat. Dengan mempelajari sejarah, generasi muda akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari perjalanan suatu tokoh atau generasi terdahulu. Dari proses itu dapat diambil banyak pelajaran, sisi-sisi mana yang perlu dikembangkan dan sisi-sisi mana yang tidak perlu dikembangkan. Keteladan dari tokoh-tokoh / pelaku sejarah inilah yang ingin ditransformasikan kepada generasi muda, disamping nilai informasi sejarah penting lainnya.
Kendatipun demikian penting materi sejarah bagi pengembangan kepribadian suatu bangsa, Namun dalam realitasnya sering kurang disadari, sehingga mata pelajaran sejarah kurang diminati. Mata pelajaran sejarah justru hanya dipandang sebagai mata pelajaran pelengkap, baik oleh siswa maupun oleh guru. Ini terbukti dengan jam pelajaran untuk Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di sekolah (baca Madrasah) hanya 1 jam pelajaran dalam seminggu. Padahal materi SKI cukup banyak.
Disamping masalah jam pelajaran, ada masalah-masalah lain yang berkaitan dengan metodologi pengajaran sejarah Islam, yaitu :
1. Baru menekankan pada aspek sejarah politik para elite penguasa pada zamannya. Sementara aspek sosial, aspek ekonomi, budaya dan pendidikan kurang mendapatkan porsi yang memadai.
2. Apresiasi siswa terhadap kebudayaan masih rendah. Bahkan beberapa guru sejarah Islam juga menunjukkan apresiasi yang rendah terhadap mata pelajaran ini. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya perhatian mereka terhadap pengajaran sejarah.
3. Sikap inferiority complex, perasaan rendah diri yang komplek. Sikap inferiority complex ummat Islam terhadap nilai-nilai sejarah budayanya sendiri ini merupakan bagian dari masalah dalam pengajaran sejarah. Generasi muda pada umumnya lebih bangga terhadap hasil kebudyaan Barat, sementara terhadap kebudayaan Islam sendiri, mereka merasa malu untuk mengakuinya, apalagi menirunya. Sikap inferiority complex kaum Muslimin ini juga terefleksi dalam sikap dan reaksi kaum Muslim terhadap budaya Barat;
a. Sikap kelompok Muslim yang secara total menerima dan meniru budaya Barat. Mereka menghendaki budaya Islam diganti dengan budaya Barat.
b. Sikap kelompok Muslim yang anti sama sekali, xenophobia yang berlebihan. Sehingga segala sesuatu yang datang dari Barat harus ditolak sama sekali.
c. Sikap kelompok Muslim yang realistis dan kristis dengan landasan pemikiran bahwa budaya bersifat relatif yang mengandung plus – minus. Dalam pandangan ini, maka darimanapun sebuah kebaikan, apakah dari Barat atau dari Timur, maka hal itu dapat diterima.
4. Metode yang dipergunakan oleh guru masih monoton; sejarah hanya disampaikan dengan ceramah, padahal materi sejarah Islam sudah diperoleh siswa dalam setiap jenjang pendidikan Islam dan dari informasi lain. Oleh karena itu perlu adanya metode dan media yang bervariasi, misalnya field study, study lapangan langsung, pemakaian peta, VCD dan sebagainya.
5. Penjelasan guru atau nara sumber kurang memperhatikan aspek-aspek lain, misalnya faktor sosiologis, faktor antropologis, ekonomis, geografis dan sebagainya. Dalam menjelaskan satu materi dapat diterangkan dengan beberapa sudut pandang yang berbeda, sehingga pemahaman siswa menjadi lebih komprehensif. Materi-materi yang perlu dijelaskan secara komprehensif tersebut misalnya tentang; apa yang dimaksud dengan jahiliyah, apa yang dimaksud dengan sifat ummi pada Nabi, kenapa Islam diturunkan di Makkah, bagaimana awal mula konflik dalam Islam, bagaimana konflik yang terjadi antara Ali k.a dan Muawiyah, Ali k.a dengan Aisyah, Talkhah dan Zubair, bagaimana tuduhan terhadap al-Ghazali sebagai penyebab kemunduran peradaban Islam, apa arti masa keemasan Islam dan pengaruhnya terhadap renaissance di Barat.

Problematika Metodologi Penulisan Sejarah
Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., secara substansial, metode penulisan sejarah dapat dikategorikan menjadi dua, Old History (Sejarah Konvensional) dan New History (Sejarah Sosial). Penulisan sejarah yang bertipe old history mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Berpegang teguh kepada metodologi sejarah an-sich. Dokumen menjadi pedoman dan sumber utama.
Uraiannya cenderung naratif dan diskriptif.
Bersifat ensiklopedis, sehingga kurang memperhatikan kedalaman informasi.
Lebih berorientasi kepada kepentingan politik dan elite penguasa.
Orientasinya ke Timur Tengah (Middle East).
Dengan beberapa ciri penulisan sejarah konvensional ini mengakibatkan suatu citra bahwa belajar sejarah itu membosankan, mengulang-ulang, identik dengan dunia Arab, Islam penuh dengan kekerasan dan Islam hanya di Timur-Tengah dan yang kelihatan hanya kelompok elite saja.
Oleh karena itu muncul model penulisan sejarah baru, New History (Sejarah Sosial). Disebut sejarah sosial, karena aspek-aspek sosial yang ditonjolkan komprehensif menyangkut masalah-masalah sosial. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut :
Munculnya relatif baru.
Tidak terlalu terikat dengan arsip-arsip / dokumen resmi. Sehingga sangat memungkinkan terbuka terhadap data-data baru yang lebih kuat.
Dalam menguraikan data disertai dengan analisis / interpretasi dengan memanfaatkan ilmu-ilmu lain, terutama ilmu-ilmu sosial sebagai pendukung.
Imaginatif, mengaitkan satu peristiwa dengan peristiwa lain.
Tidak berorientasi kepada politik dan dunia Timur Tengah. Obyek pembahasan meliputi dunia Islam secara keseluruhan.
Model penulisan sejarah New History ini merupakan alternatif penulisan sejarah baru. Penulisan sejarah ini selalu memperhatikan ilmu-ilmu lain sebagai bahan analisis. Ilmu-ilmu tersebut antara lain; Sosiologi, Antropologi, Geografi, Ekonomi dan sebagainya. Obyek yang ditulis dalam sejarah ini, bukan hanya pada kalangan elite saja, tetapi juga masyarakat pinggiran dan kalangan bawah, sejarah pembentukan kota, trend mode pakaian (jilbab) dan sebagainya.

Pendekatan Inquiry Discovery Learning
Di antara kelemahan metode dalam pengajaran sejarah Islam adalah berawal dari pendekatan yang dipakai. Pelajaran sejarah di sekolah cenderung disampaikan dengan pendekatan ekspositori. Dalam pendekatan ekspositori, guru memegang peranan yang sangat dominan dan sentral. Sementara siswa hanya aktif mencatat atau menghafal fakta-fakta historis yang terdapat dalam buku teks. Akibatnya siswa kurang mengerti apa sebetulnya yang diinginkan / tujuan mempelajari sejarah Islam. Pendekatan ekspositori dalam pengajaran sejarah menjadikan anak tidak kreatif , dan bosan dengan materi yang selalu diulang-ulang.
Untuk menutup kekurangan pada pendekatan di atas, maka muncul paradigma baru dalam pengajaran sejarah, yakni dengan Pendekatan Inquiry Discovey Learning. Pendekatan ini diilhami oleh Inquiry Training model dari Richard Suchman. Pada awalnya pendekatan ini diterapkan untuk pengajarn ilmu-ilmu eksakta, namun kemudian dikembangkan untuk pengajaran ilmu-ilmu social. Pendekatan ini sangat mengedepankan keaktifan dan kreativitas anak. Pendekatan ini bermanfaat terutama untuk pembentukan kemampuan berfikir induktif yang banyak diperlukan dalam kegiatan akademik.
Inquiry Discovery Learning adalah belajar mencari dan menemukan sendiri. Dalam system belajar-mengajar ini guru menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final, dalam hal ini anak didik diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri dengan mempergunakan teknik pendekatan pemecahan masalah.
Adapun garis besar prosedur pendekatan itu adalah sebagai berikut :
Simulation. Guru mulai bertanya dengan mengajukan beberapa persoalan kepada para siswa, atau siswa disuruh membaca buku untuk memecahkan persoalan yang diajukan oleh guru.
Problem Statement. Anak didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi beberapa masalah. Di antara masalah / problem yang paling banyak adalah yang menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan yang dipilih itu kemudian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
Data Collection. Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan kebenaran hipotesis tersebut, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati obyek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba dan sebagainya.
Data Processing. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi dan sebagainya, kemudian diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasikan, kemudian ditafsirkan pada tinggkat kepercayaan tertentu.
Verification atau pembuktian. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu kemudian dicek, apakah sudah terjawab, atau tidak, terbukti atau tidak.
Generalization. Tahap selanjutnya setelah verifikasi adalah diajak menarik sebuah kesimpulan atau generalisasi.
Dengan pendekatan ini siswa lebih mudah menghafal atau mengingat materi pelajaran. Daur proses pembelajaran dengan menjadikan siswa aktif dan merasa terikat untuk memperoleh informasi-informasi baru, sehingga hasil yang diperolehnya menjadi puas. Hanya kelemahannya adalah waktu yang diperlukan cukup lama dan perlu instruksi yang jelas. Oleh karena itu apabila instruksinya tidak jelas, dan tidak terarah, dapat menjurus ke kekacauan dan kekaburan materi yang dipelajari. Disamping itu, bahan-bahan penunjang, seperti kelengkapan buku diperpustakaan, dan kalau bisa ada VCD dan internet sehingga informasi yang dibutuhkan siswa lebih lengkap.

Penutup
Sejarah adalah bagian dari proses kehidupan. Suatu generasi akan dapat menghayati nilai-nilai kebaikan kalau mereka juga menghayati terhadap pentingnya sejarah. Untuk itu , materi sejarah sangat penting bagi pembentukan karakteristik siswa. Di antara faktor yang menentukan keberhasilan pengajaran sejarah Islam adalah pendekatan dan metode yang tepat dalam proses pengajaran. ***




DAFTAR PUSTAKA

· Amin, M. Masyhur, Dinamika Islam (Sejarah Transformasi dan Kebangkitan), Yogyakarta: LKPSM, 1995.
· Badri Yatim, Dr., M.A., Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
· Badri Yatim, Drs., M.A., Materi Pokok Sejarah Kebudayaan Islam II, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam Depag RI bekerjasama dengan Universitas Terbuka, 1996.
· Fatah Syukur, Drs., M.Ag. Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah, makalah disampaikan dalam Penataran Metodologi Pembelajaran Madrasah Aliyah se-Jawa Tengah, di Magelang, 25 Nopember 1999.
· Haswinar, Drs., M.A., Antropologi Agama I; Ruang Lingkup Kajian Antropologi Agama, makalah disampaikan dalam Pelatihan Calon Tenaga Peneliti Agama, Jakarta: Balitbang Depag RI, 28 September 1996.
· Mahfudz Junaidi, Drs, M.Ag., Metodologi Pengajaran SKI Madrasah Aliyah, makalah disampaikan dalam Penataran Metodologi Pembelajaran Madrasah Aliyah se-Jawa Tengah, di Magelang, 25 Nopember 1999.
· Mas’ud, Abdurrahman, Ph.D., Pengajaran Kebudayaan Islam, dalam Metodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1999.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Blog-nya bagus.
Akan lebih baik lagi jika ditambahkan guestbook. Bisa diperoleh di www.123guestbook.com.

Kalo bisa, usahakan untuk tampilan awal cuma judul2 yang mewakili. Lebih detailnya bisa disimpan.

Kalo arahnya gak ke komersil, bisa
pertimbangkan juga untuk memakai penyedia blog lain.

Terus perbaiki isi dan tampilan.
Selamat berkarya. Sukses salalu.