MENCARI KEBAHAGIAAN ATAU KESENANGAN
Modernisasi sering di identikkan dengan suatu tahap pencapaian peradaban suatu bangsa. Misalnya bangsa ini sudah modern cara hidupnya, karena peradabannya sudah tinggi. Namun dalam perkembangannya istilah modernisasi sering ditafsirkan sebagai westernisasi. Suatu bangsa dikatakan modern apabila cara hidupnya sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Barat. Pada awalnya mungkin tidak terlalu salah, karena secara realistis Dunia Barat sekarang ini menunjukkan keunggulannya di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sehingga peradabannya juga tinggi. Akan tetapi bila modernisasi yang mengarah kepada westernisasi itu mencakup pola prilaku dan filsafat hidup dunia Barat, maka inilah yang akan menimbulkan problem baru.
Keunggulan intelektual Barat terutama terlihat dalam ilmu dan teknologinya. Sehingga peradaban Barat dipuja dan dinyatakan sebagai peradaban ideal. Dalam studinya, The Reformers of Egypt, M.N. Zaki Badawi mencatat dua jenis kelompok masyarakat yang menganggap peradaban Barat sebagai peradaban ideal, yaitu yang "Membaratkan Diri" dan “Golongan Sekularis” (Ziauddin Sardar, 1991:77). Reaksi pembaratan diri adalah menerima secara total budaya Barat bersama dengan adopsi ilmu dan teknologinya. Pandangan ini antara lain dikemukakan oleh Thaha Hussain :"Mari kita ambil peradaban Barat ini dalam totalitasnya dan bersama seluruh aspeknya, semua yang baik maupun yang buruk". Pandangan yang mendasar di sini adalah keyakinan mereka bahwa "kemajuanlah" yang penting, bukan agama. Karena itu agama dibatasi bidangnya, yaitu hanya dalam hubungan antara manusia sebagai individu dengan Tuhannya. Contoh lain adalah seperti yang dilakukan oleh Mustafa Kamal At-Taturk, dengan sekularisasi di Turki.
Sementara itu di antara tokoh-tokoh Barat sendiri justru banyak mengakui tentang kondisi kebobrokan mental akibat filsafat materialisme yang dianut oleh Barat. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Wern Vanbravoon dari Jerman, minat terhadap agama sedang meningkat karena ilmu pengetahuan telah gagal mengawasi terhadap penyalahgunaan hasil pengetahuan itu sendiri. Menurut Dr.John A Stroner dari Amerika, makro problema yang dihadapai Amerika sekarang ini, bukanlah masalah politik, apalagi ekonomi, tetapi masalah rohani, masalah spiritual yang paling mencemaskan adalah kehancuran akhlaq yang merupakan wabah di kalangan generasi muda. Ini semua membuat mereka kehilangan makna dari tujuan hidup, mereka hanya mencari kesenangan (comfort) bukan kebahagiaan (happines). Dr. Mulder seorang guru besar dari Belanda mengatakan, bahwa peranan agama belum selesai (seperti yang dikatakan oleh bangsa Barat bahwa Tuhan telah mati), dengan alasan karena dunia Barat sekarang ini justru ada gejala beragama sebagai pengaruh agama timur seperti India, Jepang dan Indonesia. Ada kecenderungan yang menunjukkan bahwa peranan agama semakin kuat (Nasikun, 1989).
Masalah sekularisme adalah suatu yang sering diidentikkan dengan modernisasi oleh sementara orang yang terlalu terpengaruh oleh penga-laman sejarah bangsa Barat. Faham ini dirintis dari Aliran Liberalis. Dari sini timbul segala ideologi-ideologi dari sistem sosial yang ada pada masyarakat. Tokoh Liberalis ini adalah John Locke, yang karena teori politiknya mendasarkan atas perlindungan kepada hak milik, maka faham ini akhirnya melahirkan sistem kapitalisme di negara-negara Barat. Dimana dalam ajaran John Locke, orang-orang yang karena teori politiknya mendasarkan atas perlindungan kepada hak milik, maka faham ini akhrinya melahirkan sistem kapitalisme di negara-negara Barat. Orang-orang yang tidak mempunyai hak milik tidak memperoleh hak kewarganegaraan yang penuh. Hak milik dalam masyarakat industri yang maju sering diperoleh dengan cara tidak halal yang mirip dengan penindasan dan ekploitasi.
Faham kapitalisme yang lahir di Barat ini telah melahirkan revolusi industri dengan segala dampak positif dan negatifnya. Keadaan inilah yang telah merubah jaman feodal yang memberi kepastian peranan tiap orang, diganti dengan persaingan dan ketidakpastian. Ketenangan jiwa telah diganti dengan kegelisahan. Sebaliknya penderita penyakit jiwa yang mengganggu, atas nama kemanusiaan harus dilindungi. Setiap orang dihadapkan pada ketidakpastian terhadap dirinya dan anak cucunya. Mereka berlomba mencari harta sebanyak mungkin untuk melindungi diri dari ketidakpastian yang akan datang. Sikap hidup yang dipenuhi dengan kegelisahan inilah yang nampaknya menjadi fenomena manusia modern.
Ketegangan-ketegangan yang terjadi pada jaman modern ini antara lain disebabkan karena; kebutuhan hidup yang meningkat tajam, rasa individuaistis dan egois, persaingan hidup semakain ketat dan keadaan yang tidak stabil. Akibat meningkatnya kebutuhan pada masyarakat modern itu maka orang dalam kehidupannya selalu mengejar waktu, mengejar benda, mengejar prestise. Semuanya itu akan mem bawanya kepada hidup seperti mesin, tidak mengenal istirahat dan ketentraman. Hidupnya dipenuhi oleh ketegangan perasaan (tension) karena keinginannya untuk menghindari perasaan tertekan, jika tidak tercapai semua yang tampak menggembirakan itu. Akibat lebih lanjut adalah timbulnya kegelisahan-kegelisahan yang kadang-gadang tidak jelas ujung pangkalnya. Kegelisahan (anxiety) itu akan menghilangkan kemampuan untuk merasakan kebahagiaan di dalam hidupnya.
Ketika rasa untuk memenuhi kebutuhan pribadinya sudah meningkat, maka yang muncul biasanya adalah rasa individualistis dan egois. Orang lebih mementingkan diri sendiri atau merasa bahwa ia perlu lebih terdahulu memikirkan kepentingan dirinya. Hubungan persaudaraan yang berdasarkan kasih sayang dan cinta mencintai dalam masyarakat modern menjadi barang langka. Hubungan yang lazim adalah hubungan kepentingan, apakah itu hubungan bisnis, relasi jual-beli, dsb. Hilangnya persaudaraan murni, akan membawa orang kepada rasa kesepian di tengah-tengah orang banyak. Perasaan kesepian ini akan menghilangkan rasa aman, yang membawa kepada kegelisahan dan kecurigaan dalam hidup. Psikiater Dadang Hawary (1993) mengemukakan, perubahan-perubahan yang cepat di satu fihak dengan ketidakmampuan manusia untuk mengikuti atau menyesuaikan diri dengan kecepatan perubahan-perubahan itu dapat menimbulkan ketegangan atau konflik psikososial (stres) dalam masyarakat, yang dapat dibagai dalam tiga golongan, yaitu ; perubahan nilai-nilai kultural, perubahan sistem okupasional (pekerjaan) dan konflik antar idealisme serta realita.
Di negara maju, akibat modernisasi dan industrislisasi, maka cara berfikir, berperasan dan berprilaku manusia telah mengalami proses dehumanisasi. Gejala the agony of modernization, yaitu azab sengsara karena modernisasi dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat antara lain : tidak adanya jaminan sosial, pengangguran, kriminalitas yang semakin meningkat, kekerasan, penyalah gunaan narkotika, zat ediktif, dan alkohol, kenakalan remaja, kehamilan remaja, prostitusi, judi, bunuh diri, gangguan jiwa, perkosaan, dan lain-lain. (Fatah Syukur)